Lassernews.com - Medan,Kehadiran PT Toba Pulp Lestari (TPL) yang terus bermasalah dengan hampir seluruh masyarakat Tanah Batak. Sejak berdiri tahun 1984, sepanjang tahun perusahaan penghasil bubur kertas ini mengraup keuntungan yang luar biasa. Tahun 2015 saja bisa mencapai Rp Rp 1,6 triliun (144.000 ton) lebih hingga Rp 2,3 triliun (200.000 ton) lebih, dengan kurs dolar hanya Rp 13.000.
"Keuntungan yang sangat luar biasa, bila dibanding dengan APBD Pemkab Toba Samosir (Tobasa) hanya Rp 1 triliun pertahun" kata Ketua Komisi A DPRD Sumut, Sarma Hutajulu, SH kepada wartawan, usai memimpin Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara masyarakat adat Desa Lumban Sitorus Kecamatan Parmaksian Tobasa, Pemkab Tobasa, BPN Tobasa dan Direksi PT TPL, Selasa (22/3/2016) di ruang Komisi A.
Besarnya penghasilan perusahaan dengan Penanaman Modal Asing (PMA) ini, dengan luas areal Hutan Tanaman Industri (HTI) 186 ribu hektare tersebar di seluruh kabupaten Tanah Batak ini, berdasarkan hasil produksi terpasang yang mencapai 240 ribu ton bubur pulp pertahunnya " kata salah seorang Direksi PT TPL, Leonard Hutabarat ketika didengar penjelasannya dalam RDP.
Mendengar penjelasan Hutabarat, Sarma bersama anggota komisi A yang mengikuti RDP itu sama-sama tercengang, secara sepontan politisi PDI-P DPRD Sumut itu sepontan mengatakan sejak berdiri berproduksi tahun 1986 PT TPL telah menikmati penghasilan sebesar Rp 70 triliun.
Dengan keuntungan yang luar biasa diperoleh perusahaan PMA tersebut, bertolak belakang dengan kehidupan masyarakat Tanah Batak, khususnya yang berada di Pemkab Tobasa, lebih khusus lagi yang berada di kawasan pabrik. Kehidupan yang bertolak belakang ini diakui oleh Asisten I Pemkab Tobasa, ketika memberikan penjelasannya di ruang rapat rapat. Seharusnya kehadiran sebuah industri besar bisa memberi dampak positif bagi masyarakat kawasan.
Bagi Komisi A DPRD Sumut periode sekarang ini, (2014-2019), sudah dua kali menerima delegasi masyarakat Tanah Batak berkaitan dengan PT TPL. Sebelumnya diawal tahun 2015, kantor DPRD Sumut didemo oleh ratusan orang masyarakat Toba yang tergabung dalam kelompok Jalin D Toba. Tapi tidak ada penyelesaian yang transparan. Para pendemo yang begitu lantang menyuarakan aspirasi masyarakat, dalam perjalanan waktu, suara yang lantang itu bagaikan hilang ditelan bumi.
Lalu satu tahun kemudian, Selasa 23 Maret 2016 datang lagi pulahan orang, sebagian diantaranya berumur lanjut, bahkan dua orang diantaranya menangis tersedu-sedu, mendengar kritikan tajam anggota Komisi A, DR Januari Siregar, SH Mhum, atas perampasan tanah adat Lumban Sitorus yang dilakukan PT TPL sejak tahun 1984 silam seluas 34 hingga 50 hektare. Meskipun sesuai dengan penjelasan pihak PT TPL, mereka telah melakukan ganti rugi. Tapi pihak masyarakat tetap mengklaim, ganti rugi itu dilakukan dibawah tekanan berat dan tidak kepada semua masyarakat pemilik tanah adat tersebut.
Advokad yang beralih profesi menjadi legislatif DPRD Sumut dari Partai Kesatuan Persatuan Indonesia (PKPI) ini sempat beradu argumentasi tajam dengan Kepala BPN Tobasa, karena terkesan membela PT TPL dan menyalahkan SK Gubsu yang menjadi penyebab PT TPL bermasalah hingga kini. Selaku berlatar belakang advokad, Januari Siregar sangat faham dengan alur kebijakan perusahaan, terkait tuntutan rakyat yang meminta ganti rugi, yakni penyelesaian di jalur pengadilan. Karena perusahaan itu bekerja berdasarkan izin yang telah dikeluarkan pemerintah kepada mereka. Padahal sama-sama diketahui perolehan izin tersebut pun banyak merugikan masyarakat.
Januari Siregar menegaskan bila dibawa ke jalur hukum, dipastikannya rakyat pemangku adat Lumban Sitorus pasti kalah. Demikian juga yang lainnya. Karena itu dia meminta kepada para petinggi di PT TPL yang berasal dari orang Batak, untuk menggunakan hati nuraninya, dalam membantu penyelesaian permasalahan ini. Apalagi dikaitkan dengan keuntungan PT TPL yang begitu luar biasa, masa hanya menyelesaian 35 - 50 hektar saja mereka tidak mau" kata Siregar merasa kesal.
Sementara itu setelah mendengar semua yang disampaikan masyarakat, Pemkab Tobasa dan para anggota dewan, Leonard Hutabarat berjanji akan menyelesaiikan permasalahan ini berpedoman kepada saran anggota Komisi A DPRD Sumut. (Zainal/Red)
"Keuntungan yang sangat luar biasa, bila dibanding dengan APBD Pemkab Toba Samosir (Tobasa) hanya Rp 1 triliun pertahun" kata Ketua Komisi A DPRD Sumut, Sarma Hutajulu, SH kepada wartawan, usai memimpin Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara masyarakat adat Desa Lumban Sitorus Kecamatan Parmaksian Tobasa, Pemkab Tobasa, BPN Tobasa dan Direksi PT TPL, Selasa (22/3/2016) di ruang Komisi A.
Besarnya penghasilan perusahaan dengan Penanaman Modal Asing (PMA) ini, dengan luas areal Hutan Tanaman Industri (HTI) 186 ribu hektare tersebar di seluruh kabupaten Tanah Batak ini, berdasarkan hasil produksi terpasang yang mencapai 240 ribu ton bubur pulp pertahunnya " kata salah seorang Direksi PT TPL, Leonard Hutabarat ketika didengar penjelasannya dalam RDP.
Mendengar penjelasan Hutabarat, Sarma bersama anggota komisi A yang mengikuti RDP itu sama-sama tercengang, secara sepontan politisi PDI-P DPRD Sumut itu sepontan mengatakan sejak berdiri berproduksi tahun 1986 PT TPL telah menikmati penghasilan sebesar Rp 70 triliun.
Dengan keuntungan yang luar biasa diperoleh perusahaan PMA tersebut, bertolak belakang dengan kehidupan masyarakat Tanah Batak, khususnya yang berada di Pemkab Tobasa, lebih khusus lagi yang berada di kawasan pabrik. Kehidupan yang bertolak belakang ini diakui oleh Asisten I Pemkab Tobasa, ketika memberikan penjelasannya di ruang rapat rapat. Seharusnya kehadiran sebuah industri besar bisa memberi dampak positif bagi masyarakat kawasan.
Bagi Komisi A DPRD Sumut periode sekarang ini, (2014-2019), sudah dua kali menerima delegasi masyarakat Tanah Batak berkaitan dengan PT TPL. Sebelumnya diawal tahun 2015, kantor DPRD Sumut didemo oleh ratusan orang masyarakat Toba yang tergabung dalam kelompok Jalin D Toba. Tapi tidak ada penyelesaian yang transparan. Para pendemo yang begitu lantang menyuarakan aspirasi masyarakat, dalam perjalanan waktu, suara yang lantang itu bagaikan hilang ditelan bumi.
Lalu satu tahun kemudian, Selasa 23 Maret 2016 datang lagi pulahan orang, sebagian diantaranya berumur lanjut, bahkan dua orang diantaranya menangis tersedu-sedu, mendengar kritikan tajam anggota Komisi A, DR Januari Siregar, SH Mhum, atas perampasan tanah adat Lumban Sitorus yang dilakukan PT TPL sejak tahun 1984 silam seluas 34 hingga 50 hektare. Meskipun sesuai dengan penjelasan pihak PT TPL, mereka telah melakukan ganti rugi. Tapi pihak masyarakat tetap mengklaim, ganti rugi itu dilakukan dibawah tekanan berat dan tidak kepada semua masyarakat pemilik tanah adat tersebut.
Advokad yang beralih profesi menjadi legislatif DPRD Sumut dari Partai Kesatuan Persatuan Indonesia (PKPI) ini sempat beradu argumentasi tajam dengan Kepala BPN Tobasa, karena terkesan membela PT TPL dan menyalahkan SK Gubsu yang menjadi penyebab PT TPL bermasalah hingga kini. Selaku berlatar belakang advokad, Januari Siregar sangat faham dengan alur kebijakan perusahaan, terkait tuntutan rakyat yang meminta ganti rugi, yakni penyelesaian di jalur pengadilan. Karena perusahaan itu bekerja berdasarkan izin yang telah dikeluarkan pemerintah kepada mereka. Padahal sama-sama diketahui perolehan izin tersebut pun banyak merugikan masyarakat.
Januari Siregar menegaskan bila dibawa ke jalur hukum, dipastikannya rakyat pemangku adat Lumban Sitorus pasti kalah. Demikian juga yang lainnya. Karena itu dia meminta kepada para petinggi di PT TPL yang berasal dari orang Batak, untuk menggunakan hati nuraninya, dalam membantu penyelesaian permasalahan ini. Apalagi dikaitkan dengan keuntungan PT TPL yang begitu luar biasa, masa hanya menyelesaian 35 - 50 hektar saja mereka tidak mau" kata Siregar merasa kesal.
Sementara itu setelah mendengar semua yang disampaikan masyarakat, Pemkab Tobasa dan para anggota dewan, Leonard Hutabarat berjanji akan menyelesaiikan permasalahan ini berpedoman kepada saran anggota Komisi A DPRD Sumut. (Zainal/Red)
Posting Komentar